Berawal dari
cuma sekedar mengecek timeline di
Twitter pada Minggu, 2 Maret 2014, saya menemukan sebuah tweet dari salah satu teman SMA saya yang cukup menarik. Dengan hashtag #saveCiremai, lewat tweet-nya dia mengajak para penghuni Twitter
untuk ikut bersuara menyelamatkan aset paling berharga Kabupaten Kuningan,
yaitu Gunung Ciremai.
Gunung Ciremai
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com
#*---@---*#
Menurut
berita yang beredar di berbagai media, gunungapi tertinggi di Tanah Sunda ini
akan ‘disulap’ menjadi kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, atau dalam
bahasa yang lebih keren kita kenal dengan geothermal
mulai tahun 2014 ini. Pembangkit listrik ini rencananya akan
memproduksi 2 x 55 MW listrik yang akan
memenuhi kebutuhan listrik Jawa dan Bali. Sebuah alternatif di tengah krisis
energi saat ini.
Setiap koin,
baik itu koin Rp 100, Rp 200, Rp 500, atau bahkan Rp 1.000 punya dua sisi.
Begitu juga dengan pengembangan energi terbarukan ini. Ada pro, ada juga
kontra. Di satu sisi, pemanfaatan energi panas bumi ini akan sangat membantu
ketersediaan energi listrik yang semakin hari kebutuhannya semakin meningkat. Rencana
pengembangan ini mendatangkan masalah setelah diketahui bahwa sang pemenang
tender adalah salah satu perusahaan asing yang juga menjadi pengelola di dua
lokasi lain di Jawa Barat.
Kenapa bukan
perusahaan dalam negeri yang mengelolanya ya? Pikiran itu sempat menyisip di
otak saya saat mengetahui kabar tersebut. Apa yang menyebabkan perusahaan dalam
negeri kalah bersaing dengan perusahaan asing.
Pada
dasarnya, negara kita sanggup untuk mengelola sumberdaya energi di negeri ini. Namun
di era ekonomi modern ini, faktor non fisik seperti rasa memiliki dan kebanggan
akan aset negeri sendiri mulai dikesampingkan. Kegiatan pengelolaan sumberdaya
energi lebih ditekankan pada efisiensi biaya produksi dan keuntungan yang
maksimal. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kenapa sebagian besar usaha pengembangan
sumberdaya energi di Indonesia masih dipegang oleh perusahaan asing,
diantaranya:
1. Teknologi
Sebagai negara
berkembang, Indonesia memiliki keterbatasan dalam urusan teknologi. Alat-alat
canggih berteknologi tinggi dengan data akurat hanya bisa didatangkan dari
negara-negara maju, ataupun perusahaan-perusahaan asing besar.
2. Ekonomi
Kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi sumberdaya enerrgi memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sebagai
contoh, dalam kegiatan eksplorasi minyak bumi diperlukan biaya sekitar 100 juta
US Dollar hanya untuk satu sumur. Itupun belum menjanjikan 100% keberhasilan,
bisa jadi nasib apes dan kegagalan yang datang. Indonesia dengan keterbatasan
ekonominya kelihatannya belum sanggup untuk menyediakan modal sebesar itu.
Selain itu, faktor keuntungan juga menjadi salah satu pertimbangan dalam
penanaman modal.
3. Sumberdaya
manusia
Perusahaan asing
memiliki tenaga-tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan pengalaman lebih di bidangnya
masing-masing. Sayangnya, masih sedikit orang Indonesia yang memiliki
kompetensi setara dengan orang-orang tersebut.
Pada akhirnya, alternatif pilihan jatuh pada
perusahaan asing yang sudah jelas memiliki kelebihan dibandingkan perusahaan
dalam negeri. Pilihan ini tepat jika memperhatikan faktor-faktor penyebab di
atas. Tapi tepatkah jika faktor-faktor tersebut menggantikan rasa bangga dan
rasa memiliki terhadap kekayaan negeri kita sendiri??