Setelah perjalanan ke Gunung Merapi November lalu, saya akhirnya menyadari
bahwa mendaki adalah hobi saya. Tidak bisa dipungkiri lagi. Kali ini mendaki
bukan Cuma jadi kegiatan wajib saya sebagai anggota Mahasiswa Pecinta Alam
Teknik Geologi (Mapeagi) Universitas Diponegoro. Rasa “ketagihan”-nya mulai
terasa. Seolah menggaruk rasa gatal bagian pungung yang sulit dijangkau,
akhirnya saya bersama teman-teman dari Merpati Putih Undip merencanakan
perjalanan ke salah satu pasangan gunung kembar yang cukup tersohor di kalangan
para pendaki, Gunung Sindoro.
#*---@---*#
Semarang - Kledung
Empat belas orang muda-mudi penggiat pencak silat harus menyisihkan tanggal
9-11 Mei di rutinitas mereka untuk mendaki Gunung Sindoro yang tingginya
mencapai 3153 meter di atas permukaan laut. Hanya 14 orang, dari yang semula
direncanakan 22 orang. Mungkin rutinitas, atau mungkin enggan dan malas yang
membuat mereka mengurungkan niat untuk berjalan sedikit lebih berat untuk
mencapai puncak. Persiapan sebelum berangkat kami lakukan di sekretariat kami
di Student Center Universitas Diponegoro. Pukul 18.00 persiapan selesai dan
kami langsung bertolak menuju terminal bayangan (sebut saja begitu) Sukun di
daerah Banyumanik, Kota Semarang.
Penantian singkat selama 45 menit membuahkan hasil. Kami akhirnya naik bus
ekonomi Maju Makmur jurusan Purwokerto-Semarang via Wonosobo yang ternyata
sudah penuh sesak. Mau bagaimana lagi, pilihan kami cuma naik atau mengurungkan
niat untuk pergi mendaki. Dengan ongkos Rp 25.000 plus sedikit kesabaran
menahan kantuk dan berdiri tegak sepanjang Semarang-Temanggung, kami pun tiba basecamp jalur pendakian Kledung di Desa
Kledung yang letaknya hanya 20 meter ke arah utara dari jalan utama
Wonosobo-Temanggung.
 |
Menunggu bus |
|
Rupanya pendaki yang mendaki hari itu cukup ramai. Selain kami ada 20 lebih
pendaki yang sudah lebih dahulu memulai perjalanan di hari sebelumnya. Saya
bisa membayangkan bagaimana ramainya seandainya jumlah pendaki bertambah lagi
esok hari. Kami membayar biaya registrasi sebesaar Rp 5.000 dan kemudian
beristirahat di balai desa yang berada tepat di sebelah basecamp.
 |
Basecamp Kledung |
Pendakian
Membongkar isi tas ransel raksasa berukuran paling tidak 50 liter dipagi
hari memang agak menyebalkan. Terkadang semua barang yang kita masukkan saat packing pertama kali tiba-tiba tidak
bisa pas masuk seperti kondisi semula. Waktu yang kami butuhkan untuk persiapan
pagi pun jadi sedikit lebih lama. Setelah sarapan di Warung Makan Susy yang
merupakan satu-satunya warung makan yang buka pagi itu, kami memulai perjalanan
mendaki tepat pukul 09.00.
 |
Mengemas |
 |
Makan bersama di Warung Makan "Susy" |
 |
Sindoro dari kaca Warung Makan "Susy" |
Keindahan gunungapi bertipe stratovolcano ini begitu menggoda. Tidak
seperti “saudara kembar”-nya, Sindoro terlihat lebih “mulus”. Hal ini terjadi
karena kegiatan vulkanisme di Gunung Sindoro lebih muda daripada Gunung
Sumbing. Semula kami khawatir gunung ini mengalami kenaikan aktifitas
vulkanisme. Pasalnya pada 2011, aktifitas kegempaan Gunung Sindoro sempat
meningkat dan diisukan meningkat lagi bebera waktu lalu. Menurut sejarah,
letusan terakhir terjadi lebih dari 40 tahun yang lalu, tepatnya bulan November
1970 (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Sindara).
Seperti dugaan saya, perjalanan dari Basecamp menuju Pos 1 adalah perjalanan paling berat. Penyesuaian
tubuh di bagian ini agak lama. Beberapa orang ada yang mulai mengeluh sakit
perut, mual, dan sakit kaki. Kira-kira dua jam yang dibutuhkan untuk sampai ke
Pos 1. Cukup melelahkan. Mungkin karena cuaca yang demikian terik dan suhu yang
belum menurun drastis. Hampir 20 menit berhenti, perjalanan kami lanjutkan
menuju Pos 2. Setelah 2 jam berjalan, kami akhirnya tiba di Pos 2. Cukup dengan
makan makanan ringan seadanya, kaki kami harus meniti kembali langkah-langkah
kecil menuju Pos 3. Kali ini jalur pendakian mulai berubah cukup terjal.
 |
Menuju Pos 1 |
|
|
 |
Beristirahat di Pos 1 |
 |
Pos 2 |
Tepat pukul 16.00 kami tiba di Pos 3. Lahan yang landai dan cukup luas ini
menjadi lokasi yang cocok untuk mendirikan tenda sembari menunggu waktu untuk summit attack malam nanti. Tepat seperti
dugaan saya, semakin gelap semakin banyak para pendaki yang singgah di Pos 3.
Tiga tenda yang kami dirikan dan canda tawa ala mahasiswa menjaga kami agar
tetap hangat dan bisa beristirahat hingga dinihari.
 |
Wanita-wanita tangguh, menuju Pos 3 |
 |
Pos 3 |
|
 |
Memasak makan malam |
Summit Attack
Pukul 01.00, waktunya persiapan summit
attack. Rupanya salah seorang dari kami mengeluh mual di perutnya. Satu
orang lagi baru mengeluh sakit saat perjalanan sudah kami mulai sekitar 50
meter. Melihat keadaan tersebut, dua orang yang masih sehat memutuskan untuk
menunggui dua orang yang sakit untuk menghindari masalah yang lebih buruk. Sisa
10 orang melanjutkan perjalanan kembali menyusuri gelapnya hutan lamtoro dan
sabana menuju puncak.
Kondisi cuaca yang berangin dan kering membuat hawa dingin terasa lebih
menusuk. Angin kencang menjadi alasan kenapa sepanjang jalur Pos 3 sampai
puncak para pendaki tidak diperbolehkan untuk mendirikan tenda meskipun
terdapat banyak lahan datar. Sesekali kami berhenti, namun segera bangkit lagi
karena tidak kuat menahan dingin. Lebih baik jalan terus daripada diam dan
menahan dingin. Kegelapan membuat kami sulit memperkirakan seberapa jauh lagi
kami mencapai puncak. Hampir 3 jam berjalan, tiba-tiba lereng terjal
menghilang, hanya ada gelap total di depan mata. Ditengah banyaknya singkapan
lava andesit, saya menyadari bahwa kami semakin dekat ke puncak. Saat uap
berhembus dan bau belerang menyengat menyusup ke hidung, barulah kami sadar
kami benar0benar mencapai puncak. Tapi ini masih terlalu pagi. Ya, pukul 04.30.
Masih terlalu pagi dan belum terlihat apa-apa. Entah kami harus gembira
atau menyesal. Tapi daripada memikirkan itu, kami harus bertahan dulu dari
hembusan angin kencang sampai matahari muncul. Kami berkumpul dan berlindung di
balik semak belukar untuk sementara waktu. Hingga akhirnya fajar mulai memancar
pada pukul 05.37. Lagi, pemandangan matahari terbit yang menakjubkan saya lihat
sekali lagi. Puncak Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, dan Gunung Ungaran, bahkan
Gunung Lawu mulai muncul di balik tebalnya kabut pagi yang menyelimuti. Kawah
Gunung Sindoro yang menawan perlahan tersingkap dengan uap membumbung
menyelimuti dasarnya. Pemandangan langka yang hanya bisa kami nikmati sampai
pukul 07.10. Sebelum terik membakar kulit lebih lama, kami segera bergerak
turun kembali ke Pos 3 sambil menikmati indahnya bunga Edelweis yang bertebaran di sepanjang jalur turun.
 |
Menyambut mentari |
 |
Gunung Sumbing dari puncak Gunung Sindoro |
 |
Kawah yang mengepul |
 |
Foto bersama |
 |
Edelweis |
Saya terkejut saat mengetahui ternyata salah seorang dari 2 orang yang
sakit semalam mengalami hipotermia ringan. Untungnya dua orang sehat yang
menemani sudah paham cara penanganannya. Sambil memasak dan bercanda, kami
membicarakan hal-hal yang terjadi di Pos 3 maupun di puncak. Menghabiskan
makanan dan megemas barang-barang rupanya membutuhkan waktu cukup lama. Baru
pada pukul 12.50 kami berangkat turun menuju basecamp.
 |
Sebelum turun |
Kami tiba di basecamp tepat saat
adzan maghrib berkumandang. Istirahat sebentar, makan, dan shalat kami lakukan
sebelum bersiap meninggalkan basecamp menuju
Semarang. Hampir 1 jam menunggu akhirnya muncul bus Maju Makmur jurusan
Semarang. Ongkos yang sama namun kondisi yang lebih baik, kami duduk manis
hingga terlelap, menikmati rasa lelah pasca pendakian yang khas. Rasa lelah
yang melegakan.
Lagi cari tentang geologi sindoro sumbing,ehhh..nyangkut di artikel ini, ya tetap kasih waktu tuk komentar he he..
BalasHapusmakasih ya udah mampir :-)
BalasHapus