Jumat, 06 Maret 2015

Travelling = Pose + Foto


Mari kita buat list perlengkapan apa saja yang akan dibawa jika kita hendak pergi travelling. Baju, jaket, sepatu, makanan, jas hujan, dompet dan seluruh isinya, semua sudah masuk ke dalam ransel. Eh, ada yang kurang? Masih ada? Hmmmm ya, kamera . . .

Kamera, tidak boleh tertinggal


Kamera adalah barang nomor satu yang tidak boleh tertinggal saat travelling. Sekarang orang tidak lagi segan membawa kamera saku bahkan kamera DSLR lengkap dengan lensa besar, tripod, dan kawan-kawannya. Tak ada kamera, ponsel berkamera pun jadi.
Kehadiran kamera sebagai pusaka wajib dalam travelling membuat kegemaran orang untuk berfoto dan mengabadikan momen-momen saat jalan-jalan meningkat. Coba saja perhatikan, kemana pun anda pergi jalan-jalan, pasti akan selalu ada orang-orang berpose menantang lensa kamera. Foto di depan papan nama tempat terkenal, di kawah gunung api, di atas tebing, foto selfie bersama pasangan, atau bahkan foto dengan pose-pose aneh, jungkir-jungkir, lompat-lompat, handstand, apapun yang penting pose dan foto. Tak jarang waktu untuk berfoto lebih lama ketimbang waktu untuk menikmati suasananya.

Bersiap untuk pose


Orang yang berprofesi sebagai fotografer atau hanya sekedar hobi fotografi sudah barang tentu akan lebih sering jeprat-jepret, menangkap momen-momen dan objek-objek terbaik dengan kameranya. Foto yang mereka hasilkan mereka jadikan koleksi pribadi atau terkadang diikutsertakan dalam kontes fotografi. Lain cerita jika orang itu bukan fotografer. Kebanyakan orang-orang ini lebih menyukai berfoto sendiri atau pun selfie di depan objek atau di tempat terkenal dan unik. Foto menjadi sarana dokumentasi dan sedikit pamer untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah berkunjung ke sana. Lebih lanjut, hasil dokumentasi tersebut biasa diunggah ke media sosial untuk berbagi pengalaman dengan teman dan followers. Itu tren sekarang.
Tapi sepertinya tren itu kurang berlaku buat saya. Saya yang agak malu-malu kalau berfoto sendirian lebih memilih mengambil gambar orang atau objek lain. Saya lebih senang menikmati suasana dan hiruk pikuk sekitar, kemudian mengabadikannya.
Saya teringat saat saya pergi jalan-jalan ke Vihara Buddhagaya Watugong Semarang. Waktu itu saya sempat memperlihatkan foto kemegahan bangunan pagodanya kepada pacar saya. Dia tidak percaya kalau saya benar-benar berkunjung kesana. Saking tidak percayanya, sampai-sampai dia menyangka saya mencari foto pagoda tersebut dengan bantuan “si mbah”. Agak sulit meyakinkannya. Maklum, kami hanya bisa berbagi foto karena kami tinggal di kota yang berbeda. Saya jadi berpikir, “Sepenting itukah berfoto saat jalan-jalan?”.
Tidak ada yang salah dengan ­travelling yang penuh dengan pose dan foto. Dokumentasi, kenang-kenangan, apa pun itu, memang diperlukan saat jalan-jalan. Namun, alangkah lebih baik jika kita mengurangi sedikit waktu berfoto kita untuk merasakan keindahan  dan suasana destinasi jalan-jalan kita. Cobalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post