Mari
kita buat list perlengkapan apa saja
yang akan dibawa jika kita hendak pergi travelling.
Baju, jaket, sepatu, makanan, jas hujan, dompet dan seluruh isinya, semua sudah
masuk ke dalam ransel. Eh, ada yang kurang? Masih ada? Hmmmm ya, kamera . . .
Kamera, tidak boleh tertinggal |
Kamera
adalah barang nomor satu yang tidak boleh tertinggal saat travelling. Sekarang orang tidak lagi segan membawa kamera saku
bahkan kamera DSLR lengkap dengan lensa besar, tripod, dan kawan-kawannya. Tak
ada kamera, ponsel berkamera pun jadi.
Kehadiran
kamera sebagai pusaka wajib dalam travelling
membuat kegemaran orang untuk berfoto dan mengabadikan momen-momen saat
jalan-jalan meningkat. Coba saja perhatikan, kemana pun anda pergi jalan-jalan,
pasti akan selalu ada orang-orang berpose menantang lensa kamera. Foto di depan
papan nama tempat terkenal, di kawah gunung api, di atas tebing, foto selfie bersama pasangan, atau bahkan
foto dengan pose-pose aneh, jungkir-jungkir, lompat-lompat, handstand, apapun yang penting pose dan
foto. Tak jarang waktu untuk berfoto lebih lama ketimbang waktu untuk menikmati
suasananya.
![]() |
Bersiap untuk pose |
Orang
yang berprofesi sebagai fotografer atau hanya sekedar hobi fotografi sudah
barang tentu akan lebih sering jeprat-jepret, menangkap momen-momen dan objek-objek
terbaik dengan kameranya. Foto yang mereka hasilkan mereka jadikan koleksi
pribadi atau terkadang diikutsertakan dalam kontes fotografi. Lain cerita jika
orang itu bukan fotografer. Kebanyakan orang-orang ini lebih menyukai berfoto
sendiri atau pun selfie di depan
objek atau di tempat terkenal dan unik. Foto menjadi sarana dokumentasi dan
sedikit pamer untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah berkunjung ke
sana. Lebih lanjut, hasil dokumentasi tersebut biasa diunggah ke media sosial
untuk berbagi pengalaman dengan teman dan followers.
Itu tren sekarang.
Tapi
sepertinya tren itu kurang berlaku buat saya. Saya yang agak malu-malu kalau
berfoto sendirian lebih memilih mengambil gambar orang atau objek lain. Saya
lebih senang menikmati suasana dan hiruk pikuk sekitar, kemudian
mengabadikannya.
Saya
teringat saat saya pergi jalan-jalan ke Vihara Buddhagaya Watugong Semarang.
Waktu itu saya sempat memperlihatkan foto kemegahan bangunan pagodanya kepada
pacar saya. Dia tidak percaya kalau saya benar-benar berkunjung kesana. Saking
tidak percayanya, sampai-sampai dia menyangka saya mencari foto pagoda tersebut
dengan bantuan “si mbah”. Agak sulit meyakinkannya. Maklum, kami hanya bisa
berbagi foto karena kami tinggal di kota yang berbeda. Saya jadi berpikir, “Sepenting
itukah berfoto saat jalan-jalan?”.
Tidak ada yang salah dengan travelling yang penuh dengan pose dan
foto. Dokumentasi, kenang-kenangan, apa pun itu, memang diperlukan saat
jalan-jalan. Namun, alangkah lebih baik jika kita mengurangi sedikit waktu
berfoto kita untuk merasakan keindahan
dan suasana destinasi jalan-jalan kita. Cobalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar