![]() | |
Pasar Semawis. Semoga tahun depan bisa ke sini (Sumber gambar: www.travelmatekamu.com) |
Meski
gagal ke Pasar Semawis, saya masih saja ingin melihat semaraknya perayaan
Imlek. Jarang sekali saya sengotot ini. Saya mencoba mencari informasi tentang
alternatif kegiatan lain yang mungkin masih bisa saya saksikan saat Imlek, 19 Februari
2015. Akhirnya salah satu teman saya yang bukan orang Semarang, memberi saran
untuk pergi ke Klenteng Sam Poo Kong. Tanpa pikir panjang, saya plot tujuan
plesir libur Imlek nanti ke sana.
Rupanya
teman tak selamanya sejalan. Teman pemberi usul tadi malah mengajak saya ikut
kegiatan lain, hunting foto di daerah Semarang Utara, dan berlima. Saya mulai
ragu dan berpikir daripada saya sendirian ke Sam Poo Kong, sampai sana melongo,
lebih baik ikut jalan-jalan dengan yang lain. Kebetulan daerah Semarang Utara
belum pernah saya sambangi juga. Saya putuskan untuk ikut “berburu” ke Semarang
Utara. Kambuhlah penyakit tidak konsisten saya.
Hari
Raya Imlek tiba, dan saya malah pergi ke Semarang Utara. Ternyata daerah yang
akan kami kunjungi adalah Puri Maerokoco atau Taman Mini Jawa Tengah. Tempatnya
jauh dari keramaian pusat kota, sekitar 45 menit dengan sepeda motor dari
Tembalang. Sayang kondisinya cukup hmmmm kurang terawat. Saya akan membahas
Puri Maerokoco di tulisan saya selanjutnya.
Kata
salah seorang teman saya, kali ini yang orang Semarang asli, “jangan percaya
sama hujan di Semarang den”. Maksudnya hujan yang kelihatan rintik-rintik bisa
berubah ganas dalam waktu singkat. Penjelajahan di Puri Maerokoco berakhir
dengan “hujan yang tidak boleh dipercaya”. Saat hujan sedikit mereda, kami
langsung tancap gas ke warung mie ayam dan bakso di daerah Pamularsih, tidak
jauh dari Sam Poo Kong. Angan-angan muncul kembali di kepala saya untuk
mengunjungi Sam Poo Kong setelah makan.
Alam
rupanya berkata lain. Dia tidak rela kalau saya pergi ke Sam Poo Kong hari itu.
Hujan di Semarang memang tidak boleh dipercaya. Rintik-rintik tetes demi tetes
berubah menjadi cucuran deras air dari langit. Teman-teman yang lain rupanya
juga mulai lelah dan berencana menerjang hujan supaya bisa segera kembali ke
Tembalang. Saya bisa apa, memaksa pun sulit, jadi ya ikut saja pulang ke
Tembalang. Mungkin lain waktu.
Padahal
saya bukan keturunan etnis Tionghoa, tapi saya benar-benar ingin melihat
keanekaragaman budayanya. Unik karena hanya di Indonesia Hari Raya Imlek ini
dirayakan besar-besaran seperti ini dan hanya bisa disaksikan setahun sekali.
Atau mungkin dua kali. Hehehe, ternyata masih ada perayaan Cap Go Meh. Mungkin
ada perayaan meriah lainnya yang bisa saya saksikan. Yang satu ini tidak boleh
terlewatkan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar