Kamis, 19 Februari 2015

Demi Imlek (2)

Pasar Semawis. Semoga tahun depan bisa ke sini
(Sumber gambar: www.travelmatekamu.com)



Meski gagal ke Pasar Semawis, saya masih saja ingin melihat semaraknya perayaan Imlek. Jarang sekali saya sengotot ini. Saya mencoba mencari informasi tentang alternatif kegiatan lain yang mungkin masih bisa saya saksikan saat Imlek, 19 Februari 2015. Akhirnya salah satu teman saya yang bukan orang Semarang, memberi saran untuk pergi ke Klenteng Sam Poo Kong. Tanpa pikir panjang, saya plot tujuan plesir libur Imlek nanti ke sana.
Rupanya teman tak selamanya sejalan. Teman pemberi usul tadi malah mengajak saya ikut kegiatan lain, hunting foto di daerah Semarang Utara, dan berlima. Saya mulai ragu dan berpikir daripada saya sendirian ke Sam Poo Kong, sampai sana melongo, lebih baik ikut jalan-jalan dengan yang lain. Kebetulan daerah Semarang Utara belum pernah saya sambangi juga. Saya putuskan untuk ikut “berburu” ke Semarang Utara. Kambuhlah penyakit tidak konsisten saya.
Hari Raya Imlek tiba, dan saya malah pergi ke Semarang Utara. Ternyata daerah yang akan kami kunjungi adalah Puri Maerokoco atau Taman Mini Jawa Tengah. Tempatnya jauh dari keramaian pusat kota, sekitar 45 menit dengan sepeda motor dari Tembalang. Sayang kondisinya cukup hmmmm kurang terawat. Saya akan membahas Puri Maerokoco di tulisan saya selanjutnya.
Kata salah seorang teman saya, kali ini yang orang Semarang asli, “jangan percaya sama hujan di Semarang den”. Maksudnya hujan yang kelihatan rintik-rintik bisa berubah ganas dalam waktu singkat. Penjelajahan di Puri Maerokoco berakhir dengan “hujan yang tidak boleh dipercaya”. Saat hujan sedikit mereda, kami langsung tancap gas ke warung mie ayam dan bakso di daerah Pamularsih, tidak jauh dari Sam Poo Kong. Angan-angan muncul kembali di kepala saya untuk mengunjungi Sam Poo Kong setelah makan.
Alam rupanya berkata lain. Dia tidak rela kalau saya pergi ke Sam Poo Kong hari itu. Hujan di Semarang memang tidak boleh dipercaya. Rintik-rintik tetes demi tetes berubah menjadi cucuran deras air dari langit. Teman-teman yang lain rupanya juga mulai lelah dan berencana menerjang hujan supaya bisa segera kembali ke Tembalang. Saya bisa apa, memaksa pun sulit, jadi ya ikut saja pulang ke Tembalang. Mungkin lain waktu.
Padahal saya bukan keturunan etnis Tionghoa, tapi saya benar-benar ingin melihat keanekaragaman budayanya. Unik karena hanya di Indonesia Hari Raya Imlek ini dirayakan besar-besaran seperti ini dan hanya bisa disaksikan setahun sekali. Atau mungkin dua kali. Hehehe, ternyata masih ada perayaan Cap Go Meh. Mungkin ada perayaan meriah lainnya yang bisa saya saksikan. Yang satu ini tidak boleh terlewatkan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post