Minggu, 18 Desember 2011

Sumur Artesis

Lagi-lagi kegiatan sehari-hari jadi inspirasi untuk tulisan ini. Kali ini yang jadi cikal bakalnya adalah kegiatan perkuliahan Ilmu Sosial Budaya Dasar. Biarpun anak teknik, tapi masih harus belajar yang kayak begini, hehe

Salah satu kelompok yang presentasi kebetulan membahas mengenai sumberdaya air dan kebiasaan hidup masyarakat di Kota Semarang. Dalam pembahasannya, ada 2 kata yang membuat saya teringat pada tulisan yang pernah saya buat ini, "sumur artesis"

#*---@---*#
Di tengah musim kemarau orang-orang seringkali mengalami kesulitan dalam memperoleh air. Kondisi ini membuat mereka harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan air tanpa menambah penderitaan mereka disaat kemarau. Mereka akhirnya menemukan satu jawaban untuk mengatasi masalah tersebut, sumur artesis.
Sumur artesis lazim digunakan masyarakat sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagian masih menggunakan sumur dangkal yang mereka gali sendiri sebagai sumber air utama mereka. Namun, sumur artesis tetap menjadi pilihan utama masyarakat terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan lain-lain. Namun tahukah anda bahwa dibalik pancaran air jernih sumur artesis tersimpan bahaya yang mengancam lingkungan sekitar kita?
Istilah artesis (artesian) diambil dari nama kota Artois (baca: artoa) di Perancis, atau orang Romawi menyebutnya Artesium. Di sinilah pertama kali aliran artesis (artesian flow) dipelajari.
 
Sumur artesis atau masyarakat sering menyebutnya dengan sumur bor adalah sumur yang sengaja dibuat untuk mengalirkan aliran air bertekan tinggi dari akuiver (lapisan batuan penampung air) yang ada di dalam tanah ke permukaan. Jika tekanan alaminya cukup tinggi, maka air akan memancar keluar tanpa harus dipompa.
Sistem artesis tidak hanya berupa sumur bor. Sistem artesis juga dapat ditemukan di mata air-mata air tertentu yang airnya bersumber dari akuiver bertekanan tinggi. Mata air ini disebut dengan mata air artesis, seperti yang terdapat di Artois.
Penggunaan sumur artesis ini telah membawa manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan hidup masyarakat. Seperti yang dirasakan masyarakat Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Mereka tidak lagi khawatir kekurangan air seperti yang mereka alami beberapa tahun yang lalu.
Di tengah menipisnya ketersediaan air di Sendang Kali Bendo yang pada saat itu merupakan sumber air utama warga Sekaran, mereka berinisiatif untuk membuat sumur bor artesis sebagai solusi untuk mengatasi masalah mereka. Air dari sumur artesis ini disalurkan ke rumah-rumah warga dengan menggunakan 10 mesin pompa. Warga Sekaran kini lebih mengandalkan pasokan air dari sumur artesis yang mereka buat.
Sumur artesis memang membawa banyak berkah bagi masyarakat. Akan tetapi, dibalik berkah yang muncul bersama airnya, pembuatan sumur artesis dapat pula menimbulkan kerugian. Salah satu yang utama adalah melemahnya kestabilan lapisan tanah dan penurunan muka air tanah di sekitar daerah artesis tersebut. Hal ini sudah terbukti di beberapa daerah di Indonesia.
Di Semarang, pembangunan sumur artesis dan penggunaan air tanah secara besar-besaran telah menyebabkan penurunan permukaan tanah. Setiap tahunnya, permukaan tanah di Kota Semarang turun hingga 10 sentimeter. Hal ini membuat banjir dan rob sulit ditangani. (www.kompas.com)
Penurunan permukaan tanah juga terjadi di Bandung dan sekitarnya. Sejak tahun 1972, setiap tahun terjadi penurunan muka air tanah antara 0,05 sampai 7,3 meter. Hingga tahun 2002, muka air tanah di Bandung berada sekitar 100 meter di bawah muka tanah (BMT). Akibat menurunnya muka air tanah, di beberapa tempat terjadi amblasan tanah. Selain itu, pencemaran air di beberapa daerah relatif tinggi. Dampak penurunan muka air tanah yang lain adalah terjadinya kekeringan terutama di daerah sekitar tempat pengambilan air. (zanuzi.wordpress.com)
Dampak yang lebih parah terjadi di Jakarta. Eksploitasi air tanah yang berlebihan ditambah dengan minimnya daerah resapan air telah “menenggelamkan” sebagian kecil wilayahnya. Wilayah-wilayah tersebut menjadi lebih rendah daripada permukaan air laut karena permukaan tanahnya turun.
Selain itu, air tanah yang terus menerus dialirkan ke permukaan mengakibatkan air laut mulai merembes ke dalam lapisan yang ditinggalkan air tanah tadi. Inilah yang menyebabkan kualitas air di daerah pesisir Jakarta tercemar. Limbah industri yang dibuang ke laut semakin memperparah kondisi air di daerah tersebut. Hasil klasifikasi Indeks Pencemaran (IP) di 48 sumur yang tersebar di lima wilayah menunjukkan 27 sumur tercatat cemar berat dan cemar sedang dan 21 sumur lainnya terindikasi cemar ringan dan dalam kondisi baik. (artesis.wordpress.com)
Masyarakat pada umumnya memahami sumur artesis sebagai sumur yang dibuat cukup dalam untuk memperoleh air yang mengalir sendiri ke permukaan. Mereka menganggap air dari sumur artesis jumlahnya tidak terbatas karena terus-menerus memancar dari dalam tanah. Pemahaman yang salah tentang sumur artesis inilah yang membuat masyarakat mengeksploitasi air tanah secara besar-besaran.
Memancarkan air ke permukaan berarti mengurangi tekanan yang ada di dalam akuiver. Inilah yang kemudian membuat lapisan tanah yang berada di atas akuiver mengalami amblas. Peristiwa ini terjadi di daerah dengan tingkat eksploitasi air tanah yang tinggi dan resapan air yang rendah. Hal ini tentu saja tidak akan terjadi seandainya pengambilan air tanah dalam jumlah besar diimbangi dengan pembuatan daerah resapan dalam jumlah besar pula.
Pembuatan daerah resapan dapat dikembangkan menjadi pembuatan sumur resapan sebagai alternatif sumber air masyarakat. Masyarakat tidak perlu menggunakan bor dan menggali dalam-dalam untuk menemukan air. Cukup dengan membuat daerah resapan, menambah lahan hijau, dan menggali sumur dangkal, air sudah bisa diperoleh.
Tidak ada yang salah dengan penggunaan sumur artesis. Selama tujuan penggunaannya baik dan hasilnya bermanfaat bagi kehidupan manusia, eksploitasi air tanah melalui sumur artesis boleh dilakukan. Hanya saja kita sebagai makhluk yang bijak dan berakal haruslah mengerti sejauh mana kita boleh melangkah dan mengambil tindakan supaya kejernihan air dari sumur artesis tidak berubah bencana di masa yang akan datang. ^_^

Selasa, 13 Desember 2011

Hipotermia

Postingan kali ini (lagi-lagi) terinspirasi dari pengalaman pribadi. Alkisah, tanggal 25 – 27 November kemarin kelompok pecinta alam mahasiswa Teknik Geologi (Mapeagi) mengadakan acara penutupan diksar dalam bentuk pendakian Gunung Merbabu. Pendakian gunung memang jadi salah satu agenda wajib dan kegiatan paling menyenangkan di kalangan pecinta alam. Saat ­nge-camp di sekitar daerah puncak kedua, angin bertiup begitu kencang. Entah berapa suhu saat itu, tapi rasanya dingin  sekali. Karena pengalaman yang kurang dan kondisi fisik yang juga tidak fit, akhirnya salah satu teman kami jadi korban keganasan dinginnya malam Gunung Merbabu. Dia terserang hipotermia . . .

#*---@---*#

Apa itu hipotermia?
Hipotermia adalah penyakit yang terjadi akibat hilangnya suhu tubuh. Suhu tubuh yang hilang ini bisa disebabkan oleh kondisi cuaca yang ekstrim. Penyakit ini biasa terjadi pada kegiatan pendakian gunung, penelusuran gua, ataupun kegiatan luar ruangan lain yang dilakukan di daerah dengan suhu yang berada di bawah suhu tubuh normal manusia. 

Kenali gejalanya
  • Hipotermia diawali dengan gejala kedinginan seperti biasa, dari baddan menahan dingin sampai gigi berkerotakan karena tidak kuat menahan dingin.
  • Hipotermia menyerang korbannya secara lambat. Korban tidak akan tahu bahwa dia terserang hipotermia. Dalam hal ini kawan seperjalanan harus terus mengawasi temannya seandainya dia mulai menunjukkan gejala hipotermia.
  • Pada mulanya masih sadar, namun lama kelamaan kesadarannya akan menghilang seiring terserangnya syaraf akibat udara yang semakin dingin. Korban masih akan menunjukkan gejala kedinginan, namun dalam keadaan tidaksadarkan diri.
  • Tubuh dan pakaian korban yang basah, akan semakin memperbesar kemungkinan terjadinya hipotermia.Apalagi jika ditambah hembusan angin yang cukup kencang. Jika kondisi ini terjadi peru diwaspadai kemungkinan terjadinya hipotermia.

Bagaimana cara mencegahnya??
  • Bila kita melakukan kegiatan luar ruangan pada musim hujan atau di daerah dengan curah hujan tinggi, mengenakan ponco / rain coat adalah keharusan. Bawa juga baju hangat, sarung tangan, kupluk, dan baju ganti yang kering.
  • Jangan biarkan pakaian yang kita pakai basah karena hujan atau air. Segera ganti dengan pakaian kering yang lain.
  • Bawa makanan yangg cepat dibakar menjadi kalori, seperti gula jawa, enting-enting kacang, cokelat, dll.
  • Bila merasa dirinya lemah atau kurang kuat dalam tim, sebaiknya terus terang pada team leader atau anggota seperjalanan yg lebih pengalaman utk mengawasi dan membantu bila dirasa perlu.
  • Semangat dan jangan pantang menyerah!

Walaupun menyenangkan, kesehatan dan keselamatan diri juga perlu tetap dijaga. Jangan biarkan perjalanan ceria kita berubah menjadi petaka. Semoga bermanfaat . . . ^_^

Selasa, 22 November 2011

Metamorfisme Kontak


Metamorfisme kontak terjadi akibat adanya intrusi tubuh magma panas pada batuan yang dingin dalam kerak bumi. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Akibat kenaikan suhu, maka rekristalisasi kimia memegang peran utama. Sedangkan deformasi mekanik sangat kecil, bahkan tidak ada, karena stress disekitar magma relatif homogen. Batuan yang terkena intrusi akan mengalami pemanasan dan termetamorfosa, membentuk suatu lapisan di sekitar intrusi yang dinamakan aureole metamorphic (batuan ubahan). Tebal lapisan tersebut tergantung pada besarnya tubuh intrusi dan kandungan H2O di dalam batuan yang diterobosnya. Misalkan pada korok ataupun sill yang seharusnya terbentuk lapisan setebal beberapa meter hanya akan terbentuk beberapa centimeter saja tebalnya apabila tanpa H2O. Batuan metamorf yang terjadi sangat keras terdiri dari mineral yang seragam dan halus yang saling mengunci (interlocking), dinamakan Hornfels.
Pada intrusi berskala besar, bergaris tengah sampai ribuan meter menghasilkan energy panas yang jauh lebih besar, dan dapat mengandung H2O yang sangat banyak. Aureol yang terbentuk dapat sampai ratusan meter tebalnya dan berbutir kasar. Di dalam lapisan yang tebal yang sudah dilalui cairan ini, terjadi zonasi himpunan mineral yang konsentris. Zona ini mencirikan kisaran suhu tertentu. Dekat intrusi dimana suhu sangat tinggi dijumpai mineral bersifat anhidrous seperti garnet dan piroksen. Kemudian mineral bersifat hidrous seperti amphibol dan epidot. Selanjutnya mika dan klorit. Tektur dari zonasi tersebut tergantung pada komposisi kimia batuan yang diterobosnya, cairan yang melaluinya serta suhu dan tekanan.

 
Dari pengamatan berbagai daerah kontak ada beberapa ciri umum yang dapat dikemukakan. Pertama, lebar maksimum daerah kontak yang diketahui adalah lebar maksimumnya diukur tegak lurus kontak. Karena umumnya kontak itu miring pada singkapan, sedangkan konfigurasinya di kedalaman jarang diketahui. Lebar maksimum sampai 1 kilometer atau lebih.
Daerah kontak yang lebar biasanya berhubungan dengan batuan granitik (diorit, kuarsa, granodiorit, monzonit kuarsa). Namun intruisi batuan basa yang berbentuk lembaran juga dapat dibatasi oleh daerah kontak yang luas, khususnya di bagian dasarnya. Intrusi ini bentuknya berupa cekungan dengan ketebalan 8 km, dengan daerah kontak antara 100 sampai 3000 meter. Di bagian luar dicirikan oleh zona andalusit, sedangkan bagian dalam terutama batutantuk (hornfel) pelitik dengan biotit kordierit, kuarsa, andalusit garnet, dan feldspar.


Dalam daerah kontak terdiri atas batuan argilit terjadi perzonaan, umumnya dari bagian luar ke dalam ialah spotted states dan sekis ke batu induk masing-masing dicirikan oleh :
·      Muskovit dan klorit di bagian paling luar
·      Biotit dengan atau tanpa andalusit lebih ke dalam
·      Biotit, kordierit dan silimanit pada kontak
Mineral aluminium terkadang berupa kloritoid (di luar) strautolit, almandin, garnet, dan kianit, walaupun umumnya mencirikan batuan pelitik yang mengalami metamorfisme regional.
Dalalam daerah kontak langsung diperhitungkan kesempurnaan dan tercapai keseimbangan antara mineral-mineral, maka itu diperlukan waktu. Jangka waktu pemanasan maksimum bagi batuan di sekitarnya sebanding dengan kuadrat ketebalan tubuh intrusi. Dinyatakan dalam tahun 0,01 D2 (D = tebal intrusi). Wingkler (1967) telah mencoba memperkirakan ketebalan tubuh intrusi dengan jangka waktunya :
D      = 1 m, jangka waktu 3 hari.
D      = 10 meter, watu 1 tahun.
D      = 100 meter, jangka waktu sepuluh tahun juga.
D      = 1000 meter jangka waktu 10000. Aku belum bisa berlapis-lapis
Tubuh intrusi beberapa ratus sampai beberapa ribu meter tebalnya, suhu maksimumnya yang diteruskan ke batuan sekitarnya akan bertahan untuk waktu yang panjang. Berarti cukup waktu untuk mencapai kesempurnaan dan keseimbangan reaksi.
Batuan metemorfisme kontak yang menunjukkan sekistositas mewarisi struktur dari batuan metamorf sebelum atau struktur tersebut terbentuk selama intrusi. Mineral hasil metamorfisme kontak kebanyakan serupa dengan mineral metamorfisme kontak yang setara derajatnya.

Sumber :
Al-Arsyad, Maulana Lawai. 2011. Batuan Metamorf. http://www.wingmanarrows.wordpress.com.
Anonimous. 2010. Jenis Metamorfisme. http://doctorgeologyindonesia.blogspot.com.
Setia Graha, Doddy , 1987, Batuan dan Mineral , Bandung: Penerbit Nova.

Rabu, 16 November 2011

Gunung Tangkuban Perahu


Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu gunung api tipe-A yang beberapa tahun ke belakang menjadi pembicaraan hangat di beberapa media massa terkait peningkatan aktivitas vulkaniknya. Gunung yang terkenal dengan legenda Sangkuriangnya itu merupakan salah satu bentuk bentang alam vulkanik yang menarik untuk dipelajari.
Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung yang terletak di Provinsi Jawa Barat.  Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter.

Gunung Tangkuban Perahu memiliki bentuk kerucut dengan sisi-sisi yang terjal. Puncaknya berbentuk cekung seperti panci. Kawah-kawah Gunung Tangkuban Perahu juga mengeluarkan material-material berupa lava dan sulfur. Pada kawah yang sudah mati, tersingkap batuan yang beraliterasi hidrotermal yang membentuk mineral sulfida.
Secara umum, Gunung Tangkuban Perahu tersusun dari perselingan antara aliran lava dan breksi piroklastik. Litologi lava dan breksi piroklastik tersebut terbentuk karena lava Gunung Tangkuban Perahu yang berjenis intermediet sehingga tipe erupsinya berupa campuran antara aliran lava dan ledakan (explosion). Oleh karena itu, Gunung Tangkuban Perahu dimasukkan ke dalam golongan gunung api strato (stratovolcano).
Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Diantara tanda gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunung nya diantaranya adalah di kasawan Ciater, Subang.
Kegiatan vulkanisme Gunung Tangkuban Perahu telah membentuk morfologi berupa depresi vulkanik di sekitarnya. Depresi vulkanik adalah bentuk morfologi berupa cekungan hasil dari kegiatan vulkanisme. Depresi vulkanik dapat berupa danau vulkanik, kawah dan kaldera. Dalam hal ini, aktivitas vulkanisme Gunung Tangkuban Perahu telah membentuk banyak kawah yang sampai sekarang masih terus mengeluarkan material vulkanik berupa lava dalam jumlah kecil dan uap sulfur. Kawah-kawah terbentuk sebagai akibat dari pusat erupsi yang berpindah dari arah timur ke barat. Kawah-kawah tersebut adalah Kawas Ratu, Kawah Domas, dan Kawah Upas.
Proses pembentukan Gunung Tangkuban Perahu masih menyisakan tanda tanya bagi para ahli. Dugaan sementara proses pembentukan Gunung Tangkuban Perahu dan wilayah Bandung saling berhubungan satu sama lain. Salah satu teori menyebutkan bahwa Gunung Tangkuban Perahu dan wilayah Bandung merupakan sisa-sisa dari aktivitas gunung api purba di masa lalu.
Berdasarkan teori tersebut, Gunung Tangkuban Perahu berasal dari sebuah gunung api purba yang bernama Gunung Sunda. Gunung Tangkuban Perahu diyakini sebagai sisa dari letusan Gunung Sunda tersebut. Topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan gunung di sekitarnya semakin menguatkan teori bahwa Bandung merupakan hasil depresi vulkanik berupa kawah Gunung Sunda. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada Gunung Krakatau di Selat Sunda dan kawasan Ngorongro di Tanzania, Afrika.

La Grande Dune du Pyla


Bukit pasir raksasa Pyla ini berada di daerah barat daya Perancis dipesisir Samudra Atlantik. Bukit pasir ini merupakan salah satu bentukan dari proses erosi, transportasi, dan pengandapan oleh angin, dan kemudian membentuk bentuk lahan eolian seperti Pyla saat ini.

Pyla, Perancis

Proses pembentukan bukit pasir ini bermula dari erosi oleh angin terhadap material-material yang ringan dan mudah terbawa angin. Material yang terlepas dari batuan terbawa angin dan mengalami proses transportasi hingga pantai Pyla. Dilihat dari material pembentuk bukit pasir ini, material lepasan yang terbawa oleh angin dalam proses pembentukannya tertransport dengan cara melayang (suspension). Proses transport ini terjadi karena material yang dibawa angin sangat ringan dan halus.
Angin yang membawa material lepasan terus melaju ke arah pantai Pyla. Keberadaan pulau-pulau kecil di depan pantai Pyla menghambat laju angin an mengurangi kecepatannya sehingga energi transportnya menurun. Enerrgi transport yang menurun ini mengakibatkan material yang dibawa angin sedikit-demi sedikit mulai terendapkan. Sebagian material tersebut akhirnya terendapkan di pulau-pulau tersebut. Angin masih tetap bertiup dan membawa sebagian material lainnya. Vegetasi yang lebat di pesisir pantai membuat gaya hambat angin semakin bertambah dan mengurangi kecepatannya. Karena kecepatan dan energi transpornya berkurang sangat drastis, maka material yang terbawa angin tersebut terendapkan dalam jumlah yang besar. Proses ini terus berlangsung hingga saat ini dan membentuk bukit raksasa Pyla seperti sekarang.


Dune du Pyla tampak atas

Bukit pasir Pyla ini termasuk kedalam bentuk bentang alam eolian hasil pengendapan oleh angin dengan jenis dune. Dune adalah suatu timbunan pasir yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan. Berdasarkan ukurannya, dune ini bias disebut sebagai mehadunes karena luas penyebarannya yang mencapai lebar 300 – 3 km dan tinggi 20 – 400 m.
Menurut Hace (1941) dan Thorrnbury (1964), bukit pasir Pyla ini tergolong ke dalam jenis parabolic dunes. Jenis dune ini dicirikan dengan bentuknya yang seperti bulan sabit, sendok, atau parabola. Bentuk yang menyerupai parabola tersebut disebabkan oleh adanya vegetasi yang menghambat laju angin. Angin yang terhambat akan mencari jalan melewati bagian tepi dari kumpulan vegetasi. Sebagian material akan terendapkan di bagian tengah, sementara sebagian lainnya terendapkan di bagian tepi kumpulan vegetasi, sehingga membuat bentuk seperti parabola.
Sementara menurut klasifikasi Emmon (1960), bukit pasir Pyla ini termasuk ke dalam bukit pasir transversal (transversal dune). Menurut klasifikasi Emmon, transversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering, angin bertiup secara tetap misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap arah angin. Dalam kasus ini, bukit pasir raksasa Pyla menyebar sepanjang garis pantai dan tegak lurus terhadap arah anginnya. Maka benar bahwa bukit pasir ini termasuk golongan transversal dune.
Kawasan La Grande Dune de Pyla saat ini dimanfaatkan sebagai objek wisata lokal dan mancanegara. Keberadaan bukit pasir raksasa ini menarik perhatian para wisatawan untuk berkunjung ke sana. Kondisi morfologinya yang unik berpotensi untuk menjadi objek studi terutama di bidang geologi.
Disamping manfaat, keberadaan bukit pasir ini juga membawa kerugian terutama bagi penduduk yang tinggal di sekitar kawasan La Grande Dune du Pyla. Pengendapan material oleh angin yang terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya perluasan penyebaran bukit pasir ke daerah di sekitarnya. Jika penyebaran ini terus merambat hingga ke pemukiman dan tempat-tempat usaha di sekitar pantai, dikhawatirkan akan menyebabkan lumpuhnya kegiatan turisme maupun ekonomi karena infrastruktur yang semakin hari semakin tertutup oleh pasir yang semakin tersebar luas.

Sumber :
Anonimous. 2010. Pemandangan Indah dari Bukit Pasir Pyla (http://epaper.mediaindonesia.com , diakses 9 Mei 2011).
Staff Asisten Geomorfologi dan Geologi Foto 2011. 2011. Panduan Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto. Semarang : Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Ads Inside Post