Selasa, 06 Agustus 2013

Awas! Perhatikan Jalan!

Seorang geologist tentunya akan terlatih menjadi manusia yang “memandang batu dengan cara yang tidak biasa”. Kenapa bisa? Silahkan anda coba teori saya ini dengan mengajak seorang geologist berkendara dengan mobil atau sepeda motor. Jika pengendara normal memperhatikan 3 hal : jalan, rambu-rambu, dan pengguna jalan lain; seorang geologist akan memperhatikan satu hal tambahan : batuan. Konsentrasi terpecah? Tentu saja. Jika jalanan sepi tidak masalah. Tetapi kalau seorang geologist sedang berkendara di tengah padatnya arus mudik??

#*---@---*#

Masalah ini kerap saya hadapi setiap perjalan mudik ke Ciamis. Ada beberapa singkapan batuan yang saya hafal letaknya, karena seringnya melewati jalanan tersebut. Singkapan-singkapan ini begitu menarik perhatian saya meskipun sedang berkendara di jalan yang ramai dan padat. Mata yang terbiasa menelisik setiap detil pada tubuh batuan tidak mau melewatkan pemandangan itu. Karena sadar akan kebiasaan itu, saya seringkali mengingatkan rekan tandem sepeda motor saya untuk ikut memperhatikan jalan. Apakah rekan-rekan penggelut bidang geologi juga mengalami hal serupa dalam perjalanan darat?
Batuan sebagai rekan kerja, teman, sekaligus objek penelitian seorang geologist tentunya tidak boleh dilewatkan (paling tidak itu berlaku buat saya). Dimanapun batuan berada, berarti disitu terkandung informasi mengenai kondisi geologi daerah sekitar. Maka wajar jika seorang geologist akan tertarik pada singkapan batuan yang sebenarnya menurut orang awam geologi, “Ah, itu cuma batu biasa”.
Dalam pemetaan, kita dituntut untuk mencari sampai dapat satuan batuan yang mewakili informasi mengenai proses dan sejarah geologi suatu daerah. Kita mencari! Bagaimana jika secara tidak sengaja singkapan itu datang sendiri di dalam perjalanan tanpa kita cari? Walaupun tidak memperhatikan secara detil, paling tidak melihatnya sejenak untuk memanjakan mata (versi geologist) sudah cukup.
Nah, disinilah masalahnya. Keinginan untuk melihat sejenak saja akan membuat seorang geologist yang sedang berkendara memalingkan pandangannya dari jalan. Saat konsentrasi terpecah, secara otomatis perhatian kita pada jalan menjadi berkurang. Jika konsentrasi sudah terganggu potensi sang pengendara untuk masuk ke dalam laporan kecelakaan lalu lintas polisi semakin besar. Jika seorang geologist berkendara di daerah dataran yang “tidak ada apa-apa” mungkin akan aman-aman saja. Tapi jika jalan yang dilalui melewati puluhan tebing dan memotong perbukitan, dan menawarkan pemandangan singkapan yang menawan, potensi bahayanya akan semakin besar. Mudik yang seharusnya jadi momen sukacita, akan berubah menjadi momen dukacita.

Solusi
Bagaimanapun juga kehilangan konsentrasi di jalan akan sangat berbahaya. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang bisa kita – para manusia-manusia batu – lakukan untuk menghindari kecelakaan lalu lintas, diantaranya :
  1. Abaikan sementara keinginan kita untuk memperhatikan kawan kita yang satu itu (maksudnya, batuan). Jika masih penasaran, bisa disiasati dengan melakukannya pada saat perjalanan pulang. Perjalanan pergi kita fokuskan untuk mudik, perjalanan pulang bisa kita sempatkan lebih banyak waktu untuk kawan kita yang satu itu.
  2. Jika hasrat geologi benar-benar tidak bisa ditahan, jangan biarkan anda celingak-celinguk tapi kehilangan konsentrasi pada jalan. Berhentilah sebentar. Berhenti akan lebih aman dibandingkan tetap berjalan tetapi perhatian kita tidak pada jalan. Dengan berhenti secara otomatis kita menyelamatkan diri sendiri dan tidak membuat gusar dan merugikan pengendara lainnya.

#*---@---*#

Mudik alias pulang ke kampung halaman menjadi salah satu agenda tahunan (yang tidak sengaja) menjadi semacam kewajiban bagi umat muslim di Indonesia. Keinginan kuat untuk bersilaturahmi jadi motivasi utama masyarakat Indonesia rela menempuh ratusan hingga ribuan kilometer untuk berkumpul bersama keluarga besar di kampung halaman. Oleh karena itu, pengorbanan untuk perjalanan jauh jangan sampai terbuang sia-sia dengan masuk ke dalam laporan kecelakaan lalu lintas polisi.

SELAMAT MUDIK 

Senin, 05 Agustus 2013

Ingin atau Perlu



VS


Sebagin besar orang yang berkecimpung di bidang geologi menyukai travelling atau bepergian ke tempat-tempat menarik (sebagian lagi tidak). Kebiasaan bekerja di lapangan dan menjelajah daerah-daerah pelosok membuat jiwa petualang para penggelut geologi muncul dengan sendirinya. Sebenarnya akan lebih tepat disebut, seorang geologist secara alami akan tumbuh menjadi orang yang “tidak bisa diam”.
Pasca pulang dari Ekspedisi NKRI 2013 Koridor Sulawesi, saya disambut dengan setumpuk hari-hari “menganggur” tanpa kegiatan yang biasanya menyibukkan saya. Tidak ada UAS, tidak ada Pemetaan Geologi seperti kawan-kawan seangkatan saya, dan tidak ada pembuatan tugas untuk memperbaiki nilai UAS yang memprihatinkan. Menjadi pengangguran selama hampir 2 bulan membuat kaki saya gatal ingin berjalan bertualang ke suatu tempat yang jauh.
Secerca harapan untuk mengusir hari-hari menganggur dan memenuhi hasrat tidak-bisa-diam akhirnya datang. Tidak tanggung-tanggung, Gunung Semeru jadi destinasi utamanya. Salah satu keinginan yang saya damba-dambakan dari dulu. Namun tiba-tiba kebiasaan buruk (yang dalam hal ini jadi sebuah kebaikan) saya muncul, memikirkan sesuatu terlalu berlebihan. Bola keputusan anggaran pengeluaran sedang berada di garis batas antara keinginan mendaki Gunung Semeru dan keperluan membeli sepatu lapangan & harddisk eksternal. Dengan berat hati pilihan akhirnya jatuh di sepatu lapangan dan harddisk eksternal karena saya memerlukannya. Selain itu saya pikir, manfaat yang akan saya peroleh akan lebih banyak ketimbang mendaki G. Semeru. Seandainya mereka sepatu dan harddisk hidup, mereka pasti tertawa lebar dan mengolok-olok G. Semeru karena tidak saya pilih.
Pilihan ini tidak saya buat dengan melempar koin atau menghitung kancing di kemeja hitam kesayangan saya, atau bahkan menghitung nomor polisi kendaraan dengan berbagai rumus seperti halnya para praktisi di bidang “kaya mendadak”. Ini – semoga saya benar – adalah masalah keinginan dan keperluan. “Saya menginginkannya,” atau “Saya memerlukannya”. Pernyataan mana yang akan anda buat jika dihadapkan pada pilihan seperti yang saya alami di atas??

Ads Inside Post